Masalah gulma dalam kehidupan manusia sudah ada sejak manusia mulai mengusahakan tanaman-tanaman tertentu untuk kebutuhan hidupnya. Berdasarkan kepentingan manusia, suatu jenis tumbuhan tertentu dapat dinyatakan sebagai gulma atau bukan gulma. Pengertian dari gulma sendiri beragam, menurut Klingman (1961) menyatakan gulma adalah tumbuhan yang tumbuh ditempat yang tak dikehendaki, tumbuhan yang tak berguna,tak diinginkan dan tak disukai. Selain itu disebutkan oleh Sagar (cit. Mercado) bahwa gulma adalah tumbuhan yang apabila dibiarkan berkembang dalam sistem pertanaman menyebabkan kerugian finansial dalam berbagai bentuk. Dapat dikatakan bahwa setiap jenis tumbuhan pada setiap saat tertentu dapat dianggap sebagai gulma.

Ada beberapa jenis tumbuhan yang semasa hidupnya menjadi gulma misalnya jajagoan, wewehan, teki dan alang-alang. Tumbuhan mempunyai sifat-sifat khas terntentu sehingga berpotensi menjadi gulma yang agresif dan persisten diantara lain; pertumbuhan vegetative yang cepat, reproduksinya awal dan efisien, memiliki kemampuan bertahan hidup dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan jelek, dapat menjadi dorman dalam kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan dan menyebabkan kerusakan nyata meski pada kerapatan populasi yang rendah.

Sedangkan kerusakan atau kerugian yang ditimbulkan oleh gulma seperti: pengurangan hasil karena persaingan untuk hara, air dan cahaya; meningkatnya biaya untuk pengendalian hama dan penyakit; menurunnya kualitas/mutu hasil; tehambatnya aliran air dalam saluran irigasi, sluran pembuangan dan pipa air hidrolik. Di Amerika Serikat, seperti yang telah dikemukakan Furtick (cit. Crafts, 1975 dan Klingman &Ashton 1982) disebutkan bahwa angka-angka kerugian yang disebabkan oleh gulma dan biaya pengendaliannya merupakan yang terbesar jika dibandingkan dengan kerugian yang disesbabkan oleh hama dan penyakit, tetapi pengeluaran untuk penelitiannya adalah yang terkecil. Kerugian yang disebabkan oleh gulma tidak pernah terjadi secara eksplosif dan mendadak, tetapi berlangsung secara merata dan tidak menyolok pada areal yang luas.

Metode pengendalian gulma dikelompokkan dalam dua cara yaitu metode non kimiawi dan metode kimiawi/herbisida. Metode pengendalian tanpa herbisida antara lain meliputi cara pencegahan, cara mekanis, cara budidaya atau ekologi dan cara hayati. Cara pencegahan meliputi tindakan-tindakan yang ditujukan untuk menghalangi masuknya bahan gulma berupa biji, rimpang, umbi, batang dan sebagainya kedaerah tertentu. Selanjutnya metode pengendalian yang paling banyak dilakukan adalah metode pengendalian mekanis, mulai dari penyiangan dengan tangan, penggunaan alat-alat penolong dari yang sederhana seperti sepotong kayu, sabit, cangkul,  sampai alat-alat yang canggih seperti seperti bajak piringan, garpu piringan, dan sebagainya. Selanjutnya telah dikembangkan juga metode budidaya untuk pengendalian gulma seperti penyiapan lahan melalui pengolaha yang baik dan bersih, pemilihan jarak tanam yang tepat, pergiliran tanaman yang baik dan bertanam secara tumpangsari serta penanaman kacangan penutup tanah. Satu lagi metode pengendalian hayati dengan dasar pengendalian adalah kenyataan bahwa selalu terdapat organisme musuh alami yang mampu mengendalikan suatu jenis tumbuhan tertentu. Disamping merugikan, gulma sebenarnya juga dapat dimanfaatkan antara lain sebagai obat-obatan tradisional, bahan pangan dalam bentuk sayur mentah maupun matang, bahan baku kompos dan bahan baku industry kerajinan yang dianggap sebagai metode pengendalian alternative.