Di tingkat petani, kehilangan hasil padi karena persaingan dengan gulma mencapai 10-15%. Karena terbatasnya tenaga kerja untuk menyiang, dalam mengendalikan gulma petani mulai beralih dari penyiangan secara manual ke pemakaian herbisida. Selain itu, penggunaan herbisida lebih ekonomis dan efektif mengendalikan gulma dibanding cara lain, terutama pada hamparan yang luas. Pengendalian gulma dimaksudkan untuk menekan atau mengurangi populasi gulma sehingga penurunan hasil secara ekonomis menjadi tidak berarti (Soerjandono, 2005).

Terdapat beberapa cara untuk mengendalikan gulma yaitu: (1) secara kultur teknis, (2) secara mekanis, (3) secara biologis, dan (4) secara kimiawi.  Pengendalian yang banyak dilakukan yaitu dengan cara kimiawi menggunakan herbisida, karena penggunaan herbisida memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan teknik pengendalian yang lain.  Keuntungan dari penggunaan herbisida yaitu: (1) lebih cepat menekan pertumbuhan gulma, (2) lebih ekonomis, (3) lebih efektif, dan (4) menghemat tenaga kerja dan waktu (Hadi, 2011). 

Herbisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk membunuh gulma. Herbisida telah banyak digunakan dalam bidang pertanian. bersama dengan penggunaan pupuk, varietas, insektisida  dan lain-lain, hrbisida dapat meningkatkan produk pertanian.  Di daerah dimana tenaga kerja sangat terbatas, penggunaan herbisida sangat dibutuhkan. Herbisida dapat diaplikasikan sebelum tanam, sebelum tumbuh dan sesudah tumbuh. Klasifikassi herbisida dapat berdasar berbagai macam (Sudarmo, 2007).

Cara kerja herbisida di kelompokkan menjadi dua yaitu: herbisida kontak dan sistemik.

v  Herbisida kontak.

Herbisida ini hanya mampu membasmi gulma yang terkena semprotan saja, terutama bagian yang berhijau daun dan aktif berfotosintesis.Keistimewaannya, dapat membasmi gulma secara cepat, 2-3 jam setelah disemprot gulma sudah layu dan 2-3 hari kemudian mati. Sehingga bermanfaat jika waktu penanaman harus segera dilakukan. Kelemahannya, gulma akan tumbuh kembali secara cepat sekitar 2 minggu kemudian. Contoh herbisida kontak adalah paraquat.

v  Herbisida Sistemik.

Cara kerja herbisida ini di alirkan ke dalam jaringan tanaman gulma dan mematikan jaringan sasarannya seperti daun, titik tumbuh, tunas sampai ke perakarannya. Keistimewaannya, dapat mematikan tunas - tunas yang ada dalam tanah, sehingga menghambat pertumbuhan gulma tersebut. Contoh herbisida sistemik adalah glifosat, sulfosat (Noor, 1997).

Penggolongan herbisida tersebut juga membawa implikasi terhadap penggolongan berdasarkan cara dan saat penggunaannya (Djojosumarto, 2008):

1.      Herbisida pra tumbuh (pre-emergence herbicide). Herbisida ini diaplikasikan pada tanah sebelum  gulma tumbuh.  Semua herbisida pra tumbuh, adalah soil acting herbicide atau herbisida tanah dan bersifat sistemik (translocated herbicide).

2.      Herbisida pasca tumbuh (post-emergence herbicide). Herbisida ini diaplikasikan saat gulma sudah tumbuh. Oleh karena itu, semua herbisida pasca tumbuh adalah foliage applied herbicide. Herbisida pasca tumbuh ada yang sistemik ada pula yang non-sistemik.

Paraquat digunakan untuk mengendalikan gulma dengan pengaruhn kontak, penyerapannya melalui daun sangat cepat sehingga tidak mudah tercuci oleh air hujan. Senyawa ini mempengaruhi sistem fotosintesis khususnya mengubah aliran elektron dalam tumbuhan gulma. Umumnya pembentukan klorofil dihambat sehingga terjadi klorosis. Sulfosat merupakan herbisida sistemik yang dapat mengendalikan gulma berdaun lebar, berdaun sempit maupun alang-alang. Glyfosat merupakan herbisida bersifat sistemik yang efektif mengendalikan gulma berdaun lebar dan sempit. Cara kerja herbisida ini yaitu mempengaruhi metabolisme asam nukleat dan sintesa protein (menghambat pembentukan ikatan asam amino) (Daud, 2008).

Glifosat merupakan herbisida sistemik dan bereaksi lebih lambat daripada herbisida organik. Menguningnya daun, merupakan gejala visual pertama terhadap toksisitas herbisida. Satu minggu setelah penyemprotan, biasanya timbul efek warna coklat tua hingga satu bulan kemudian tergantung pada ketahanan gulma. Semua formulasi glifosat dievaluasi dalam penelitian menghasilkan gejala awal serupa pada tanaman target. Beberapa perlakuan pada semanggi putih benar-benar mati pada kondisi tidak adanya hujan. Sementara beberapa terhambat pertumbuhannya kembali berkisar hingga 3,8% dengan tanpa perlakuan herbisida lainnya. Perlakuan dengan Curah hujan 2 jam setelah aplikasi secara signifikan mengurangi efikasii semua produk glifosat. Pada akhir masa percobaan, pertumbuhan mulai kembali antara 6,8-48% dari yang tidak diobati telah terjadi di semua perlakuan. Tidak ada perbedaan yang signifi cant di antara konsentrasi formulasi, termasuk Roundup Renew yang merupakan produk yang dinyatakan tahan hujan selama 2 jam. Yang kedua, herbisida  ready to use’ formulasi siap pakai memberikan efikasi tertinggi berdasarkan pengaruh curah hujan dan secara signifikan mengurangi pertumbuhan gulma kembali daripada Westminster G360 (James, T.K. and A. Rahman, 2005)

Daya berantas (kemempanan) tiap herbisida dan cara pengendalian manual ditentukan berdasarkan kemampuannya menekan populasi dan pertumbuhan tanaman penutup tanah dan gulma. Nilai kemempanan herbisida dihitung berdasarkan nilai SDR (some dominance ratio) masing-masing jenis gulma dan tanaman penutup tanah dinyatakan dalam besaran persen antara 0 – 100%, dengan katagori kemempanan dari tidak mempan sampai sangat mempan (Ngawit, 2007).

 

DAFTAR PUSTAKA

Daud, David. 2008.  Uji efikasi herbisida glifosat, sulfosat dan paraquat pada systim tanpa olah tanah (TOT) jagung. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI PFI XIX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan.

Djojosumarto, Panut. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Hadi, Yaupan. 2011. Efikasi herbisida pendimethalin untuk mengendalikan gulma pada budidaya bawang merah (Allium ascalonicum). http://repository.unila.ac.id:8180/dspace/handle/123456789/2755 diakses pada tanggal 5 Mei 2012.

James, T.K. and A. Rahman. 2005. Efficacy of several organic herbicides and glyphosate formulations under simulated rainfall. Journal New Zealand Plant Protection 58:157-163.

Ngawit, I Ketut. 2007. Efikasi beberapa jenis herbisida terhadap tanaman penutup tanah legumenosa di jalur tanaman kopi muda. Jurnal Agroteksos Vol.17 No.2

Noor, E. Sutisna. 1997. Pengendalian Gulma di Lahan Pasang Surut. Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Sudarmo, Subiyakto. 2007. Pestisida. Kanisius. Yogyakarta.

Soerjandono, Noeriwan B. 2005. Teknik pengendalian gulma dengan herbisida persistensi rendah pada tanaman padi. Buletin Teknik Pertanian Vol. 10, Nomor 1