Tikus sebagai hama padi umumnya yang dikenal adalah spesies Rattus argentiventer atau disebut tikus sawah. Karakter morfologi tikus sawah meliputi warna dorsal coklat kekuningan dengan bercak-bercak hitam di rambut. Warna ventral putih keperakan atau putih keabu-abuan. Warna ekor coklat tua dengan panjang sekitar 110-160 mm. Warna permukaan atas kaki seperti warna badan dan bagian bawah coklat tua. Tikus sawah memiliki 12 buah puting susu (6 pasang) dan memiliki ciri khas rambut perut berwarna putih, tekstur rambut agak kasar, dan ekor lebih pendek daripada kepala dan badan.

Perilaku tikus sawah

Tikus sawah merupakan hewan nokturnal yang telah beradaptasi dengan fenologi tanaman padi. Secara rutin, aktifitas harian dimulai pada senja hari hingga menjelang fajar. Selama periode tersebut, tikus sawah dari kelompok lain. Siang hari dilalui dengan bersembunyi didalam lubang, semak belukar, atau mengeksplorasi sumber pakan dan air, tempat berlindung, serta mengenali pasangan dan individu petakan sawah.

Tikus sawah tergolong kedalam hewan omnivora yang mampu memanfaatkan beragam pakan untuk bertahan hidup. Komposisi pakan yang dikonsumsi tergantung kondisi lingkungan dan bervariasi sepanjang stadia tumbuh padi. Meskipun demikian, padi merupakan pakan utama yang paling disukainya. Kebutuhan pakan kurang lebih 10-15% dari bobot badannya dan minum air kurang lebih 15-30 ml per hari. Tikus sawah mencari makan berupa endosperm padi, bagian pangkal batang padi, serpihan rumput-rumputan, potongan tubuh arthropoda, bagian tanaman dikotil, dan lain-lain. Dalam mengkonsumsi pakan, tikus sawah lebih dahulu mencicipi untuk mengetahui reaksi terhadap tubuhnya dan apabila tidak membahayakan akan segera memakannya.

Perkembangbiakan tikus sawah sangat tergantung pada keberadaan tanaman padi. Kondisi aktif reproduksi hanya terjadi pada padi stadia generatif. Selama bera panjang hingga padi vegetatif, tikus sawah dewasa tidak aktif reproduksi. Pada saat tidak aktif, testis tikus sawah kembali masuk dalam rongga perut (testis abdominal), dan akan kembali ke scrotum pada saat musim kawin (testis scrotal). Akses kawin terhadap sejumlah betina dikuasai oleh jantan dominan yang menguasai teritorial tertentu.

 sawah merupakan hewan terestrial yang membuat lubang di dalam tanah sebagai tempat tinggal. Lubang yang dihuni tikus disebut “lubang aktif”. Pada saat bera panjang, tikus sawah lebih banyak tinggal di habitat pelarian (refuge area) seperti semak, pekarangan, atau migrasi ke gudang padi. Pada stadia vegetatif padi, lubang aktif berbentuk sederhana dan dangkal, tetapi menjadi komplek dan bercabang pada stadia generatif padi yang juga merupakan saat berkembang biak tikus sawah. Pada umumnya, lubang aktif berisi tikus betina beserta anak-anak pradewasa. Selama aktif reproduksi, tikus jantan tinggal dalam petak lahan menunggu malam hari untuk kawin dengan betina dalam kelompoknya.

Perilaku sosial tikus mencakup perilaku menjaga wilayah kekuasaan (territorial) dan tingkatan sosial (hierarkhi). Pada kerapatan populasi rendah hingga sedang, seekor jantan dominan paling berkuasa atas sumber pakan, jalur jalan, lokasi bersarang, dan tikus betina dalam kelompoknya. Pada densitas populasi tinggi, jantan yang kalah kompetisi (subordinat) keluar mencari wilayah dan membentuk kelompok baru. Perilaku tersebut menyebabkan penyebaran populasi yang merata sehingga tikus sawah mampu mengokupasi wilayah yang luas (terutama di daerah endemik). Tikus sawah mempunyai kemampuan fisik selain mengerat juga menggali, berlari, melompat dan meloncat, memanjat, berenang, dan menyelam.

 

Kemampuan belajar tikus sawah

Otak tikus sawah berkembang sempurna sehingga memiliki kemampuan belajar dan mengingat, meskipun sangat terbatas dibanding manusia. Tikus sawah mampu mengingat letak sarang, lokasi sumber pakan dan air, serta pakan beracun yang menyebabkan sakit. Pada percobaan laboratorium, tikus mampu belajar dan mengingat letak pintu yang menyediakan pakan sebagai upahnya. Ragam media komunikasi tikus sawah adalah suara dan secara kimiawi dengan air seni dan feromon. Tikus mengeluarkan suara peringatan untuk menyampaikan bahaya dan penanda territorial. Air seni juga sebagai penanda wilayah, pembawa pesan tingkat sosial, dan kondisi birahi tikus betina (feromon seks). Tikus curiga terhadap setiap benda baru (termasuk pakan) di lingkungannya, sehingga akan menghindari kontak dengan benda tersebut. Sifat tikus enggan memakan umpan beracun tanpa didahului pemberian umpan pendahuluan (pre-baiting). Tikus yang mencicipi / memakan sedikit umpan beracun akut dan tidak mati (tetapi sakit), akan mengingatnya sehingga pengumpanan lanjutan kadang mengalami kegagalan (umpan tidak dimakan). Induk betina tikus sawah selalu membuat 2-3 pintu darurat untuk meloloskan diri jika ada ancaman yang masuk sarangnya. Ketika diempos (fumigasi), induk betina menyumbat lubang sarang dengan tubuhnya agar anak-anaknya selamat.

Karakter Ekologi Tikus Sawah

Dinamika populasi tikus dipengaruhi oleh faktor biotik (pakan, kompetisi, predasi, kanibalisme, migrasi dan perkembang biakan) dan abiotik (habitat, sumber air, iklim dan pengendalian). Puncak populasi terjadi beberapa saat setelah bera pascapanen yang merupakan hasil reproduksi pada stadia generatif sebelumnya. Pada pola tanam padi-padi-bera, terjadi  dua puncak populasi, sehingga tanpa pengendalian, populasi pada awal MT2 sangat tinggi dan menjadi ancaman yang serius. Pada pola tanam serempak, komposisi umur tikus relative seragam, sedangkan pada pola tanam tidak serempak komposisi umur tumpang tindih. Pada ekosistem sawah irigasi, ketika masuk awal MT1, populasi tikus didominasi dewasa yaitu tikus pelopor yang mampu bertahan selama masa bera panjang. Migrasi tikus ditandai dengan melonjaknya populasi tikus secara mendadak akibat datangnya tikus dalam jumlah besar dalam waktu singkat,  dibedakan menjadi :

·         Migrasi musiman :

Berhubungan pada saat bera panjang 70% populasi tikus pindah ke habitat pelarian, 30% tetap menghuni di dengan ketersediaan pakan lingkungan sawah. Pada saat ada pertanaman terjadi migrasi besar-besaran habitat pelarian

·         Migrasi karena bencana alam

Tikus akan mengungsi ke tempat yang aman sekaligus sumber pakan yang baru. Biasanya populasi terdiri dari dewasa yang kuat

Pengaruh iklim terhadap keberadaan tikus misalnya tikus menyukai daerah yang beriklim hangat dan stabil, sehingga keberadaannya cocok di daerah ekosistem padi sawah dataran rendah. Populasi tikus juga dikontrol oleh mekanisme predasi dan pengendalian oleh manusia.

 

Sumber:

Anggara, Agus Wahyana dan Sudarmaji. 2008. Pengendalian Hama Tikus Terpadu (PHTT). Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.